Fasilitator membuka pertemuan ini dengan bertanya pada mahasiswa bunsay batch #5 tentang kesan mendalam yang mungkin mau diungkapkan oleh para peserta pada game kali ini. Dimana Game Level 11 berbeda dengan game level sebelumnya, yang para pesertanya diberti tugas secara kelompok untuk membuat materi dan mempresentasikannya.
Kesan pertama datang dari teh Rabiul Hikmi, beliau mengungkapkan “*diskusi begini membuat kita mengenal satu sama lain lebih dalam*sesuatu banget rasanya kerja tim begini…ada ukhuwah yang manis terasa…* Dan ternyata banyak yang berbakat jd pemateri 🥰
Kesan kedua dari Teh Ahsani, “MasyaAllah Alhmdulilaah sudah sampai di level 11,, qadarullah sedihnya hanya berdua jdnya sama teh @Nurul Puspita tapi kita berusaha optimal yaa teh 😉,, lucunya bnyak perbedaan dan ada persamaan kita jg tapi jdnya saling mengisi, terus pas lagi tampil riweuuh sama bocah yg tiba2 bangun ( pdhl udaa dipersiapkan) jadi kerja team ituuu sesuaaatuu sekali alhmdulilaah kita bisa bekerja sama dengan baik dan ketagihan teh 🤭🥺
MasyaAllah Jadi Mahasiswi dikala sudah beranak pinak (hehe) memang tidak sebebas seperti mahasiswi dulu ketika masih single. Harus pintar-pinta mengatur waktu dengan si kecil 😁😅
Fasilitator mengatakan “Dan ternyata tema level 11 juga merupakan hal yang sangat menarik untuk dikupas.Ternyata berbicara mengenai fitrah seksualitas itu bisa sangat panjang lebar tinggi😁😁😁 (jadinya berisi daging semua). Ada begitu banyak sub-sub bahan diskusi. Dan ilmu baru tentunya”.
Fasilitator bertanya, “dari beberapa sub materi, manakah yg paling menempel/merasa jleb/paling dibutuhkan/sesuatu banget deh pokoknya?”
Menurut Teh Ahsani, 1. Peran Ayah 2. Pendidikan seksual sejak dini 3. Pengaruh media digital
Menurut Teh Rabiul, 1. Perlunya pendidikan seksual ke anak…2. Ketika anak bertanya ttg seksualitas…*ini mesti pintar ortunya jawab3. Berbagai macam kelainan seksual*peluk anak satu2
Teh Ai Samrotul,
- Pemahaman perbedaan gender
- Peran orangtua dalam tahapan fitrah seksualitas
- Peran ayah.
- Penyimpangan2 seksualitas
- Ketika anak bertanya…
Teh Exfarani,
- Pentingnya aqil baligh secara bersamaan
- Peran ayahPenyimpangan seksualitas
- Penyimpangan Seksualitas
Berasa harus belajar lebih dalem + kudu bisa mraktekin 🥺
Teh Ai Fasilitator menanggari “ banyak juga ya jawabannya berarti setiap sub materi penting untuk kita fahami ya. Karena memang materi level 11 ini cukup luas, inilah yg jadi pertimbangan diadakan cara belajar “learning by teaching. Karena InsyaAllah akan lebih efektif dan nempel.
Di sela-sela diskusi para peserta diberikan kesempatan untuk bertanya.Beberapa pertanyaan yang masuk dari peserta, yuk kita simak di bawah ini
Pertanyaan dari teh Siti Aisyah Yusuf
1. Bagaimana teknik presentasi yang baik, sehingga peserta antusias untuk mengikuti diskusi sampai selesai?
2. Apakah semua file dari grup lain bisa dilihat kapanpun dibutuhkan untuk dijadikan referensi?
Jawab :
1. Kalau melihat dan merasakan bagaimana cara Bu Septi menyampaikan materi atau berbicara tentang apapun, saya selalu merasakan sesuatu yang baru dan selalu termotivasi. Pak Dodik juga sering bilang “saya heran, kalau Septi yang ngomong, walaupun kosakata dan tata bahasanya tidak sesuai EYD, tapi ibu-ibu selalu antusias mendengarkan”
Ternyata kuncinya adalah beliau selalu menyampaikannya dari hati, selalu mengatakan hal yang pernah beliau alami/lakukan bukan hanya secara teori. Juga selalu melibatkan Allah (jangan hanya mengandalkan kemampuan diri sendiri)
Saya ingat dulu waktu nekat jadi Fasil matrix bacth #2, banyak pertanyaan yg masuk dan saya tidak/belum tahu jawabannya. Yang saya lakukan sebelum diskusi dan menjawab pertanyaan, saya sholat dulu dan memohon petunjuk-Nya. Alhamdulillah… Tiba-tiba ada saja ide untuk menjawab pertanyaan dari teman-teman…
Dan kalau baca lagi resume diskusi, kadang saya tidak percaya dengan jawaban sendiri “masa sih, saya jawabnya begini? Dari mana?”
Kalau menurut Aa Gym, sebelum kita berbicara 1 materi, usahakan kita sudah menguasai 100 materi (yg berhubungan)
Selain juga tools yang menarik ya…
Jam terbang juga tentunya 😉
Naah… Jangan hawatir, disini juga kita sedang menambah jam terbang kita nih.
#jadipanjangjawabannya
Teh Rabiul menanggapi, “Masyaallah 🥰🥰🥰 supeerr…. membicarakan dengan hati beda ya feelnya dengan yang hanya bicara tanpa realisasi”.
Pertanyaan ke-2, dari teh ahsani :”Bagaimana pendapat teteh dan teman – teman semua tentang yang lagi viral anak usia 15 tahun ( perempuan ) membunuh anak kecil berusia 5 thn ? Akibat dari sering menonton film horor dan anime jepang dikabarkan juga pernah mengalami pelecehan seksual”
Teh Rabiul, “Saya berfikir mungkin dia melakukan ini sebagai pelampiasaanya krn tidak tahu mau mencurahkan ke siapa isi hatinya…dan bisa jd pelecehan ini sangat membuatnya terpukul, dan film horor hanya sarana utknya melampiaskan pada akhirnya ke anak 5 taun…
Td sempat lihat smsnya beredar di instagram…dia buat status facebook kalau dia sudah membunuh dan menyimpan mayat di lemari tapi semua yang membalas mengira dia sdng bercanda…
Terus dia menyerahkan diri ke polisi dan di mobil polisi masih sempat buat status…otw…pak polisi nya baik…sepertinya jiwa sangat terluka..
TEh Siti, “Di satu sisi kasihan sekali, batinnya pasti tersiksa, ya Allah…inget gadis cilikku, pentingnya kehadiran orangtua di usia ini ya”
Teh Ai Fasilitator, “Ada yg pernah membaca novel Sybil (gadis dengan 16 kepribadian)?”
Kasus ini memang erat kaitannya dengan child abuse.
Polisi juga tidak semata-mata menanganinya secara hukum, tapi juga turut melibatkan psikolog bahkan mungkin sampai psikiater.
Karena dilihat dari gambar-gambar yg dia buat, banyak gambar tentang gadis yang sedang bersedih (mungkin menggambarkan jiwanya yang terluka/bersedih) penyebabnya? Ini yang perlu digali oleh ahlinya (psikolog/psikiater)
Adapun film-film horor/animasi, itu merupakan pelampiasannya dalam mencari kebahagian (kepuasan) pribadinya, sebagai pelarian dari kekecewaan yg dia alami.
Juga kurangnya keterlibatan peran orang tua dalam mendampingi perkembangan emosinya.
Saya pernah mendengar cerita dari orang yang adiktif (ketergantungan) game online. Karena seringnya bermain, dia sulit membedakan mana permainan mana kenyataan, sampai pada suatu saat dia sedang berjalan dijalan raya dan hampir tertabrak, dia santai saja karena merasa punya sembilan nyawa.
Nauzubillah…
Ada kemungkinan orang tuanya menderita skizofrenia, dan kemungkinan besar diturunkan… karena dalam teori keperawatan jiwa, faktor genetik merupakan salah satu penyebab seseorang mengalami gangguan jiwa.
Teh Siti menanggapi “Ya Allah,, sulit disembuhkan juga ya..?”
TEh Ai, “ Untuk sembuh total mungkin tidak bisa, tapi minimal dia bisa mandiri bermasyarakat dengan baik, dan biasanya harus selalu mengkonsumsi obat agar tidak kambuh.
Mungkin ada yang pernah menonton film beautiful mind? Versi Hollywood ya, bukan versi Korea.
Disitu digambarkan seorang profesor yg mengalami halusinasi, awalnya dia tidak bisa membedakan mana kenyataan mana halusinasi nya.
Setelah perawatan, akhirnya walaupun halusinasi nya masih ada, tapi dia bisa mengabaikannya (tidak terpengay dengan halusinasinya.”
Begitupun akhir cerita Sybil, akhirnya tidak semua (ke enam belas kepribadiannya bisa bersatu) tersisa 4 kalau gak salah. Tapi Sybil bisa menjalani hidup normal dengan baik.
Oleh karena itu…
Dalam Islam, pilar utama pendidikan anak yang paling penting adalah…
⭐Iman⭐Adab ⭐Akhlak⭐Bicara
Pendidikan ini diusahakan tuntas sebelum usia anak 7 tahun. Tapi tetap diterapkan seumur hidup 😉